
JAMDATUN UPDATE - Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Agung RI selaku Kuasa Pemerintah menghadiri Sidang Pengujian Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia dengan agenda Mendengar Keterangan Ahli yang bertempat di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat pada hari Selasa, 26 Agustus 2025.
Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung I MK ini menggabungkan tiga perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 9/PUU-XXIII/2025, 15/PUU-XXIII/2025, dan 67/PUU-XXIII/2025 tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sidang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi delapan hakim konstitusi, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari Presiden/Pemerintah. Ahli yang dihadirkan yakni Choky R. Ramadhan, S.H., LL.M., Ph.D., dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, S.T., M.H.
Choky dalam keterangannya menegaskan bahwa jaksa tidak memiliki imunitas absolut, melainkan imunitas terbatas (qualified immunity) sepanjang melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan. Menurutnya, Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
“Perlindungan jaksa diperlukan, namun dapat diberikan dalam bentuk penundaan pemeriksaan (temporary immunity) atau mekanisme khusus, terutama terhadap perkara yang bermotif pembalasan,” ujar Choky.
Ia juga menyinggung praktik internasional, di mana imunitas absolut pernah diberlakukan di Amerika Serikat melalui putusan Imbler v. Pachtman (1976). Namun kemudian diganti menjadi imunitas terbatas pada 1993.
“Artinya jaksa yang melaksanakan atau melanggar tindak pidana dalam menjalankan tugasnya itu tidak mendapatkan imunitas absolut berdasarkan putusan ini. Akan tetapi standar ini hanya berlangsung sebentar, di tahun 1993 Amerika Serikat membatalkan putusan tersebut dan menggantinya dengan imunitas terbatas,” ujarnya.
Menurut Choky, hal ini sejalan dengan panduan PBB, khususnya Pasal 21, yang menegaskan jaksa tetap dapat dihukum apabila melanggar hukum nasional. Choky mencontohkan, sepanjang 2008–2023 sedikitnya terdapat 12 perkara pidana dengan jaksa sebagai terdakwa yang kemudian diproses dan dijatuhi hukuman pidana.
Intelijen Kejaksaan
Pada kesempatan yang sama, Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman F. Ponto menegaskan bahwa Intelijen Kejaksaan berfungsi sebagai “mata dan telinga” Jaksa, dengan peran mendukung penegakan hukum secara spesifik, melalui fokus yang berbeda dengan lembaga intelijen lainnya. Koordinasi yang dilakukan oleh Jaksa Agung bukanlah bentuk kewenangan “superpower”, melainkan murni bersifat koordinatif guna menjamin konsistensi dalam penanganan perkara gabungan sipil dan militer.
Menurutnya, ketentuan dalam Pasal 308 huruf a dan Pasal 35 ayat (1) huruf g UU Kejaksaan adalah proporsional, wajar, serta konstitusional. Oleh karena itu, permohonan para Pemohon sepatutnya ditolak seluruhnya.
Ia kemudian menutup dengan pernyataan bahwa “keadilan dan kepastian hukum hanya dapat terwujud melalui sistem penegakan hukum yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.”
Infografis Kejaksaan




Tweeter Kejaksaan
Instagram Kejaksaan
Polling
Statistik Pengunjung
Hari ini : 476 PengunjungBulan ini : 44.255 Pengunjung
Tahun ini : 558.454 Pengunjung